Selasa, 10 November 2009

Membangun Pendidikan Indonesia yang Beradab

Membangun Pendidikan Indonesia yang Beradab

Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II telah resmi dilantik pada tanggal 20 Oktober 2009 kemarin. Besar harapan masyarakat terhadap susunan kabinet pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yodhoyono periode 2009-2014 ini, meskipun aroma berbagi kue kekuasaan dan ucapan terima kasih kental mewarnai opini publik. Toh, kontrak 100 Hari Pertama bisa dijadikan sebagai bukti bahwa Presiden Yudhoyono ingin membawa Indonesia ke arah yang lebih maju.
Belum genap 100 hari bekerja, sudah terjadi hal yang memalukan pada dunia pendidikan Indonesia. Adalah syuting film terbaru Julia Roberts, aktris kenamaan Hollywood, yang menjadi biangnya.Demi alasan kelancaran syuting, maka kegiatan belajar mengajar di SD Negeri 3 Unggasan, Unggasan, Bali, terpaksa dipindahkan terhitung sejak 25 Oktober 2009 hingga 30 Oktober 2009. Sepertinya memang sepele, tetapi inilah yang menjadi salah satu potret buram birokrasi pemerintahan di Indonesia.
Visi dan misi yang sudah mulia di awal perencanaan harus “dibelokkan” oleh kepentingan yang tidak jelas peruntukannya. Peristiwa tersebut tidak mungkin terjadi tanpa ada “restu” dari pihak pemerintah, khususnya Dinas Pendidikan setempat. Jika dilihat dari sisi materi, bagaimana ingin membangun pendidikan yang beradab kalau pihak birokrat masih saja silau dengan uang sehingga menomorduakan kegiatan belajar mengajar? Bagaimana Presiden Yudhoyono ingin membangun pendidikan yang beradab, seperti cita-cita awal penunjukkan Muhammad Nuh sebagai Menteri Pendidikan Nasional, jika pendidikan dasarnya saja masih dikalahkan oleh kepentingan-kepentingan segelintir orang?
sebagai Menteri Pendidikan Nasional, jika pendidikan dasarnya saja masih dikalahkan oleh kepentingan-kepentingan segelintir orang?
Kita bisa mengutip kata Socrates, seorang filsuf, yang berkata
“Could I climb to the highest place in Athens, I would lift my voice and proclaim: 'Fellow citizens, why do you turn and scrape every stone to gather wealth, and take so little care of your children to whom one day you must relinquish it all'".
Inti dari perkataan kenamaan dunia tersebut adalah mengapa kita (pemerintah) terus mengumpulkan kekayaan dan kesejahteraan, sementara kita (pemerintah) sendiri memberikan perhatian yang sedikit kepada anak-anak yang kelak akan menjalankan apa yang akan kita serahkan kemudian hari. Hal ini bisa menjadi renungan untuk pemerintah jika ingin membuat pendidikan kita berkualitas berkualitas sehingga menghasilkan generasi penerus yang baik.
Kita bisa meniru semangat bangsa Korea Selatan. Negara yang porak-poranda karena perang berhasil bangkit dari keterpurukan hingga menjadi salah satu negara maju di dunia. Mereka berpegang bahwa pendidikan adalah investasi yang hasilnya akan diperoleh di kemudian hari. Hal inilah yang nampaknya belum melekat pada bangsa Indonesia. Tentu permasalahan ini tidak bisa diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah semata.
Masyarakat juga harus bahu-membahu untuk membangun bangsa ini. Marilah kita bersama-sama ikut serta dalam memajukan dunia pendidikan Indonesia.


Hipokrit-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar